Mengenal Jati diri (Diri Sejati)


Hampir sebagaian besar dari sedulur kerap kali mendengar kalimat “ Barang siapa yang mengenal dirinya, maka ia kan mengenal Tuhannya”, ini berarti dengan pertam kali kita mengenal diri maka satu langkah kita mengenal Tuhannya, dengan kata lain tuhan bisa kita saksikan ketika kita mengenal sekaligus memahami diri kita sendiri, tuhan dengan eksistennya berada didalam bukan diluar dari diri kita. 

Barangkali, sedulur semua yang masih menghirup udara didunia ini barang tentu mengetahui siapa namanya, dimana tepat tinggalnya, dari kota mana dia berasal, dimana ia dilahirkan dan lain sebagainya, akan tetapi apakah sedulur pernah pikirkan siapa diri kita sesungguhnya, apa peran hudupnya, apa tujuan hidup didunia ini dana apa yang akan dilakukan setelah nanti kita berhenti bernapas. Semua pertanyaan tentang diri diatas acap kali kita elakan dan rupanya tidak ingin mengetahui dan mencari tahu jawabannya.    

Pada kesempat ini, mari kita belajar bersama untuk selangkah demi selangkah mencari tahu mengenai diri kita yang sesungguhnya. Diawali dengan pemahaman mengenal diri menurut orang Jawa dimana konsep mengenal diri menurut ajaran Jawa dikenal dengan sebutan Sangkan Paraning Dumadi”, dimana ajaran ini menjelaskan bahwa dari mana mana manusia itu berasal dan hakekat manusia hidup itu, kemudian akan berpulang kerumah sejati.

“Kawruhana sejatining urip/ urip ana jroning alam donya/ bebasane mampir ngombe/ umpama manuk mabur/ lunga saka kurungan neki/ pundi pencokan benjang/ awja kongsi kaleru/ umpama lunga sesanja/ njan-sinanjan ora wurung bakal mulih/ mulih mula mulanya.”

Ketahuilah sejatinya hidup/ Hidup di dalam alam dunia/ Ibarat perumpamaan mampir minum/ Ibarat burung terbang/ Pergi dari kurungannya/ Dimana hinggapnya besok/ Jangan sampai keliru/ Umpama orang pergi bertandang/ Saling bertandang, yang pasti bakal pulang/ Pulang ke asal mulanya. “

Kata Dumadi dapat diartikan dengan “lahir” atau menjadi ada. Sedangkan ketika sebelum lahir, intentisa itu belum bernama dan belum ada seperti ini, maka itulah yang dinamakan SANG ASAL. Pemahaman masuk kedalam diri Ini merupakan tingkat kedalam batihin yang murni, yang bebas dari konfilik dan prasangka. SANG ASAL sebelum “jagad gumelar” atau dihamparkan, sebelum bumi dan seisinya kita kenali sebagaimana saat ini pada umumnya. 

Setelah Jagad gumelar kita kenali maka kecenderungannya adalah pikiran duniawi yang memiliki ciri khas dualitas, dimana ada baik dan buruk, ada positif dan negatife, ada hitam dan putih. Maka inilah dunia yang kita ketahui, “jagad gumelar” yang jika kita tidak “Eling lan Waspada” maka kecenderungan duniawinya lah yang “Melekat”, sehingga kita lupa pulang ke SANG ASAL yaitu Rumah Sejati kita.

Setelah kita berselancar dalam konsep mengenal diri Orang Jawa, maka selanjutnya kita akan berkunjung ketanah Pasundan untuk mampir mengenal konsep “ mulih ka jati, mulang ka asal” yaitu ilmu “pulang”,  mulang ka gusti Allah. Pulangnya lewat mana? Yaitu kedalam diri tentunya bukan keluar diri. Orang sunda telah menamakan dirinya dengan nama “Jisimkuring”, yang artinya jirim adalah Badan, isim adalah ruh, dan kuring adalah Tuhan. Ketiga komponen tersebut menjadi satu kesatuan yang di mewujud dalam bentuk Manusia.

Lebih jauh, Orang Sunda mengajarkan ajaran rawayan jati, yaitu transformasi ajaran bambu sebagai peranti keberadaban manusia, istilah yang digunakan berbunyi “Mulih ka jati, mulang ka asal, congo nyurup dina puhu, dalitna kuring jeung kuring, sirnaning pati rawayan jati”. Konsep Congo nyurup kana puhu adalah konsep keutuhan atau kemanunggalan antara langit dan bumi, ragawi dan rohani, tampa sekat tampa batas. 

Konsep ini menekankan agar kita memiliki tiga bentuk kesadaran, yakni Kesadran Ketuhanan, Kesadaran Kemanusiaan dan Kesadaran Lingkungan. Bersatunya tiga bentuk kesadarn inilah yang akan mendorong terwujudnya semesta yang adil dan berkeadaban (sangkala) sebagai pintu masuk untuk mendapatkan kebahagian di alam dunia (niskala) dan puncaknya meraih puncak kesadaran bersama Sang Kuasa (jatiniskala) 

Dari sisi kita melihat menurut pandangan Islam, mengenal “jati diri” yang sebenarnya merupakan keharusan, hal ini merujuk pada salah satu ungkapan yang terkenal dikalangan tasawuf islam dari dahulu hingga saat ini adalah “man arafa nafsahu, faqad arafa rabbahu”, barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.        

Pengetahuan awal mengenal diri adalah dengan mempertanyakan mengenai dirinya , “Siapa aku?, dari mana aku datang? Apa tujuanku datang ke dunia ini?”.  Lebih lanjut, adapun untuk mengenal dirinya terlebih dahulu perlu mengetahui unsur-unsur yang menyusun dirinya, dari apakah ia dibentuk dan apa saja yang ada pada dirinya.

Pada dasarnya manusia diciptakan oleh Allah SWT dengan unsur-unsur yang menyertainya yaitu Jasmani (Tubuh (jasad) sebagai wadahnya, serta Jiwa dan Ruh sebagai isinya. Secara sederhana jika manusia itu kita analogikan dengan “Laptop” maka Tubuh adalah perangkat kasar (hardware), Jiwa bagian dari perangkat lunak (software), sedangkan Ruh adalah energy (inti) yang memjadikan laptop itu bisa hidup dan semua sistemnya dapat berjalan.

Pada unsur tubuh/jasad maka semua yang ada didalam itu bisa hidup dan berjalan dan segala aktifitas di dunia ini dapat dikenali dari bentuk fisik dan rupanya. Allah SWT sendiri telah menciptakan manusia dengan sebaik-baiknya bentuk dan lebih baik dengan mahluk lain. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. (QS At Tin : 4).

Jika tubuh/jasad merupakan wadah atau kemasan sebagai elemen skunder dari sebuah isi, maka Ruh adalah adalah isinya sebagai elemen primer. Kemudian Dia menyempurnakannya dan meniupkan roh-Nya ke dalam (tubuh)nya dan Dia menjadikan pendengaran, penglihatan dan hati bagimu, (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur. (QS.As-Sajadah :9). Dengan demikian, isi atau inti dari wadah itu adalah percikan dari Ruh-Nya.

Jadi ini memperjelas kembali bahwa, bukan tubuh yang dikasih ruh, tetapi Ruh yang di bungkus oleh jasad. Namun kita terkadang terlalu nyaman dengan jasad kita, sehingga menganggap yang hakiki adalah Tubuh kita.  Dianalogikan dalam balon, “bahwa hakekatnya udara itu yang dibungkus balon, bukan balon yang diberi udara, jikalau balon itu meletus maka udara akan bergabung dengan udara yang luas”       

Pada awal nya manusia terlahir didunia ini tidak tahu dan mengerti apa-apa dan kemudian Allah SWT membekali manusia dengan perlengkapan untuk perjalanan hidupnya didunia ini Pendengaran, Penglihatan dan Hati Nurani/Akal Pikiran.   “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun, dan Dia memberimu pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, agar kamu bersyukur.” (QS An Nahl :78).

Adapu tujuan dilengkapi ketiga perangkat tersebut (pendengaran, penglihatan, hati nurani/akal pikiran) supaya “agar kamu bersyukur.” Dengan mensyukuri nikmat Allah SWT seorang manusia dapat mengenali dirinya dengan baik dan mengenal Allah SWT. Seseorang yang mensyukuri nikmat Allah tentunya akan senantiasa menyadari bahwa dirinya tidak memiliki apa-apa dan segala yang ia miliki adalah milik Allah SWT. Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih”. (QS Ibrahim : 7)

Setelah mengetahui pentingnya mengenal diri sendiri maka selayaknya mentadaburi atau mendalami cara mengenal diri sendiri dalam rangka mengenal Allah SWT dan mengetahui “tujuan hidupnya” dan mengetahui “untuk apa kita di ciptakan”.

Allah SWT menciptakan manusia dan menjadikannya khalifah di muka bumi. Dengan demikian, seorang manusia yang mengenal dirinya senantiasa mengingat peran dan kedudukannya. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”. (Qs Al Baqarah : 30)

Pada akhirnya, setelah kita terus mengenal diri kita secara mendalam, dimana secara fisik kita adalah sebaik-baiknya mahluk ciptaan Allah SWT dan secara isi kita perupakan percikan dari Ruh-Nya yang dilengkapi alat canggih yaitu Pendengaran, Penglihatan dan Hati Nurani/Akal Pikiran. Hal ini mejadikan peran kita didunia ini bukanorang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah,” Namun sebaliknya mejadi kebaikan atas sesama dan rahmat bagi seluruh alam.

Semoga ini bermanfaat.

 

Salam Bahagia,

IndhuGyo Project


Komentar